Matias Sri Aditya Chief Content Officer at Niagahoster. Full time writer/editor/translator. Also a band guy.

UX Writer: 6 Prinsip Dasar dalam Penulisan UX Copy

4 min read

Featured image User Experience (UX) Pengertian dan Tips Penerapannya untuk Pemula

Artikel ini pertama kali terbit di Medium dan ditulis berdasarkan pengalaman dari tim produk Niagahoster. 

“UX Writer itu ngapain sih?”

Pertanyaan ini sering saya jumpai dalam beberapa waktu belakangan. Selain karena saya yang relatif baru berkarir sebagai UX Writer (dan teman-teman terkejut mendengarnya), melainkan juga posisi ini masih terbilang asing bagi sebagian orang.

Penasaran? Yuk, ulas lebih lanjut..!

Apa itu UX Writer?

Sederhananya, UX Writer adalah orang membuat UX copy.

UX copy adalah kata-kata yang bisa mendorong seseorang melakukan tindakan ketika berinteraksi dengan sistem. Kata-kata ini hendaknya memiliki kejelasan konteks agar dapat membantu pengguna mengambil keputusan.

Baca Juga: Belajar Copywriting

Sistem yang dimaksud bisa berupa aplikasi, dashboard, bahkan sesederhana halaman website. UX copy dapat diterapkan pada menu, tombol aksi (action button), pesan kesalahan (error message), syarat & ketentuan, panduan penggunaan, dan lain-lain.

UX copy yang baik bisa mengantar pengguna melakukan tindakan sesuai intensi atau perilaku tanpa terkesan memaksa. It feels right here and there. Rasanya enak, seakan intuitif. Pengguna pun dapat melakukan tindakan atau mengambil keputusan berdasarkan teks yang ditampilkan.

Sebaliknya, buruknya penulisan UX copy dapat berimbas pada banyak hal sekaligus. Friksi atau kebingungan adalah awalnya. Dari sini, ketidaknyamanan dapat tumbuh menjadi kegagalan transaksi, anjloknya rasio konversi, dan lain-lain.

Meskipun terkesan mudah, penulisan UX copy tidak boleh asal-asalan. Tidak ada aturan baku, memang. Hanya saja, UX Writer perlu melakukan validasi dan riset agar user experience yang dihasilkan tepat sasaran.

Tepatnya sasaran UX copy berpatokan pada kebutuhan pengguna sistem atau halaman website. Untuk mendapatkan wawasan sahih, UX Writer sangat disarankan untuk berkolaborasi dengan fungsi lain seperti UX Researcher, UX Designer, Branding, bahkan Business Intelligence.

Wawasan tersebut berdampak besar terhadap hasil akhir UX copy. Bagaimana bisa? Dengan asumsi wawasan yang ada telah melalui proses validasi & riset yang baik, UX Writer dapat memanfaatkannya sebagai dasar berpikir.

Baca Juga: Perbedaan UI dan UX

Prinsip Dasar Penulisan UX Copy yang Wajib Diketahui UX Writer

Berkaitan dengan penulisan UX copy, ada sederet prinsip dasar yang bisa Anda terapkan. Ingat, prinsip ini sifatnya rule of thumb. Penerapannya bisa sangat bervariasi menyesuaikan konteks dan kebutuhan pengguna.

1. Validasi dan Riset Berkala

UX Writer harus terus melakukan validari dan riset
Sumber: Unsplash Alvaro Reyes

Perubahan sangat mungkin terjadi begitu cepat di internet. Demografi audiens maupun kebutuhan pengguna sistem dapat saja berubah drastis dalam hitungan hari.

Inilah alasan mengapa riset dan validasi berkala sangat dibutuhkan dalam pembuatan UX copy. Selain agar tidak ketinggalan zaman, UX copy harus mampu memberikan solusi atas permasalahan pengguna secara tepat.

Anda dapat menggunakan beragam pendekatan untuk validasi UX copy, misalnya User & Usability Testing, Heatmap, rekaman pengunjung, data analitik, dan lain-lain.

Proses validasi dan riset memang memerlukan waktu tidak sedikit. Akan tetapi, jika hasilnya dapat menjamin UX copy yang lebih baik, mengapa tidak?

2. Singkat, Padat, Jelas

UX writer harus memiliki skill membuat copy yang singkat, jelas, dan padat.
Sumber: Unsplash Dillon Shook

Berbeda dari copywriter yang mengandalkan jargon menarik pemancing perhatian, UX writer perlu menitikberatkan aspek kejelasan pada UX copy. Asumsinya, jika teks tidak jelas, maka fungsi dalam sistem tidak dapat digunakan.

UX copy yang baik dapat diibaratkan seperti seseorang yang punya kemauan jelas. Tidak pasif-agresif. A artinya A, B maksudnya B. Harap Anda ingat, kejelasan bukan berarti ketus atau galak. Anda tetap dapat mengemasnya dalam kalimat yang ramah.

Sebagai panduan, coba tanyakan beberapa pertanyaan berikut ketika memvalidasi UX copy.

  • Apakah UX copy ini cukup jelas bagi pengguna dari semua kalangan umur?
  • Apakah UX copy ini cukup jelas ketika dibaca sekilas?
  • Apakah UX copy ini cukup jelas dibaca oleh pengguna yang sibuk dan banyak pikiran?
  • Apakah UX copy ini cukup jelas bagi pengguna yang baru pertama kali menggunakan sistem saya?

3. Dahulukan Hasil Tindakan

UX writer harus mendahulukan pada hasil tindakan pada copy yang dibuat
Sumber: Unsplash Avel Chuklanov

Terkadang Anda perlu menulis tujuan dan tindakan dalam satu kalimat. Di situasi ini, sebaiknya Anda menyebutkan obyektif di awal kalimat terlebih dahulu sebelum menjelaskan tindakan apa yang diperlukan untuk mencapainya.

Perhatikan dua contoh berikut ini:

Opsi A: Klik di sini untuk melanjutkan.

Opsi B: Untuk melanjutkan, klik di sini.

Mana yang lebih baik? Jawabannya adalah Opsi B. Alasannya, teks tersebut menjelaskan hasil sebuah tindakan terlebih dahulu sebelum memberi tahu cara mencapainya.

Hal ini penting agar pengguna benar-benar mengetahui konsekuensi tindakan tertentu sebelum mulai menimbang dan mengambil keputusan.

4. Integrasi dengan Desain

Kemampuan mengintegrasikan desain dan copy itu penting
Sumber: Unsplash Sigmund

Desain dan UX copy harus berjalan beriringan. Hal ini dikarenakan UX copy merupakan elemen yang tidak terpisahkan dalam desain. Bahkan, proses pembuatannya pun sebaiknya tidak dilakukan secara terpisah.

Idealnya, desain mengakomodasi UX copy dan UX copy mendukung desain. Tanpa desain yang baik, UX copy tidak berarti apa-apa. Begitu juga sebaliknya. Desain tanpa UX copy yang tepat sesuai konteks memiliki peluang kegagalan lebih besar.

Dalam situasi kerja yang serba cepat, terkadang sinergi antara desainer dengan UX writer berjalan kurang mulus. Berikut adalah tips ampuh menghindarinya:

  • Kolaborasi pembuatan desain dan UX copy sebaiknya dilakukan sejak fase awal pengembangan. Perbanyak diskusi agar desain akhirnya benar-benar terintegrasi dan dapat menampung kebutuhan pengguna.
  • Setelah wireframe selesai, hindari penggunaan teks “lorem ipsum.” Teks isian ini memang dapat membantu melihat berapa banyak kata atau karakter yang dapat dimuat. Hanya saja, jika tidak diimbangi penyelarasan, penggunaan teks lorem ipsum dapat mengaburkan tujuan suatu desain.
  • Fokus pada kebutuhan pengguna terlebih dahulu. Setelahnya, Anda dapat memikirkan desain dengan UX copy seperti apa yang dapat menyelesaikan permasalahan mereka.

5. Buat Karakter yang Konsisten

Buatlah karakter yang konsisten dengan brand
Sumber: Unsplash Roel Dierckens

Desain visual dan UX copy yang baik harus dapat merepresentasikan brand yang sama. Jika desain berkutat pada warna dan bentuk, UX copy menyajikan tutur serta gaya bahasa sesuai dengan karakter suatu brand.

Penggunaan tiap huruf, kata, frasa, dan kalimat sebaiknya terus konsisten di semua bagian. Konsistensi sangat diperlukan agar pengguna mudah mengenali produk atau layanan yang Anda tawarkan.

Bayangkan seperti Anda mengenal seseorang secara pribadi. Sifat, gaya bicara, dan perilaku khas akan memudahkan Anda nyaman mengingat serta berinteraksi dengan mereka, bukan?

Untuk dapat mewujudkan konsistensi, usahakan untuk mencatat dan mendokumentasikan semuanya. Anda memerlukan brand guideline dan content style guide. Pustaka berisi kata atau ungkapan yang sering digunakan juga akan sangat membantu, terlebih jika Anda memiliki anggota lain dalam tim Anda.

6. “Manusiakan” Pengguna Sistem Anda

Memanusiakan pengguna sistem adalah langkah yang baik
Sumber: Unsplash Andy Kelly

UX copy memuluskan interaksi antara manusia dengan sistem. Sebagai UX Writer, Anda diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan dan keinginan pengguna. Mereka adalah manusia beneran yang punya perasaan dan daya berpikir logis.

Hindari sudut pandang dan anggapan bahwa mereka bodoh sehingga perlu diajari. Ini adalah sesat pikir yang, sayangnya, selain sangat merendahkan, pemikiran seperti ini tidak layak dimiliki profesional. Terlebih, untuk seorang UX Writer.

Sebaliknya, Anda perlu memikirkan cara paling efektif untuk menjangkau pengguna sebaik-baiknya. Mendalami wawasan demografi pengguna merupakan awalan yang baik. Kemudian, gunakan gaya bahasa sesuai dengan karakteristik mereka.

Anda tidak perlu memaksakan gaya bahasa gaul ala tongkrongan Jaksel supaya lebih dekat dengan para pengguna. Jika diperlukan, silakan gunakan cara tersebut. Jika tidak, berpatokanlah pada brand guideline maupun content style guide sesuai citra yang ingin ditampilkan pada sistem Anda.

Kelayakan dan kebutuhan adalah kata kunci di sini. Keduanya perlu saling mendukung supaya Anda memiliki UX copy yang baik.

Penutup

Enam prinsip dasar penulisan UX copy di atas saya temukan dan terapkan dalam perjalanan saya sebagai seorang UX Writer.

UI/UX adalah dunia yang sangat luas. Konteks permasalahan berikut pendekatannya dapat sangat beragam. Mungkin pembaca punya pendapat lain? Silakan sampaikan di kolom komentar.

Sampai jumpa di ulasan berikutnya!

Matias Sri Aditya Chief Content Officer at Niagahoster. Full time writer/editor/translator. Also a band guy.