Aldwin Nayoan Aldwin is a content writer at Niagahoster. Specializing in web hosting and WordPress, he is eager to help people uplevel their business on the internet. Apart from being a tech junkie, Aldwin likes fiction and photography.

4 Model Bisnis Ecommerce yang Harus Anda Ketahui

5 min read

Featured image model bisnis ecommerce

Menentukan model bisnis adalah hal penting sebelum merancang usaha Anda. Tanpanya, Anda akan kesulitan menentukan arah bisnis dan value yang ingin ditawarkan ke konsumen. Ini juga berlaku jika Anda ingin belajar berbisnis online.

Nah, apa saja model bisnis ecommerce itu? Di artikel ini, Anda akan diajak untuk mengenalinya satu per satu.

Selain itu, Anda juga akan mempelajari jenis-jenis metode operasi yang dapat digunakan dalam ecommerce. Dengan memahaminya, Anda akan dapat menentukan cara yang paling tepat untuk menjalankan bisnis. Selamat membaca!

4 Model Bisnis Ecommerce yang Umum

Dalam perdagangan online, setidaknya ada empat model bisnis ecommerce, yaitu;

  • B2B (Business to Business)
  • B2C (Business to Consumer)
  • C2C (Consumer to Consumer)
  • C2B (Consumer to Business)

Keempat model bisnis ini tentunya memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Apa saja itu? Mari bahas satu per satu.

1. B2B (Business to Business)

Sesuai namanya, perusahaan yang berjalan dalam model bisnis ecommerce ini menjual produk atau jasanya kepada badan usaha lainnya.

Konsumen dalam model bisnis B2B belum tentu merupakan end user dari barang atau layanan yang dibeli. Mereka bisa saja bertindak sebagai reseller dan menjualnya kembali ke konsumen lain.

Oleh karena itu, Business to Business cenderung memiliki siklus penjualan yang panjang. Di samping itu, usaha pemasaran yang dibutuhkan untuk menarik minat konsumen B2B lebih berat dari model bisnis lainnya.

Akan tetapi, keunggulan dari jenis ini adalah tingkat penjualan dan loyalitas pelanggan yang tinggi.

Perusahaan dengan model bisnis ecommerce ini biasanya menawarkan hal-hal yang tidak jauh dari inventarisasi usaha, seperti peralatan kantor, mesin pabrik, dan perlengkapan industri lainnya.

Tidak hanya itu, produk dan layanan digital juga merupakan komoditas umum dalam ecommerce B2B. Contohnya adalah software dan web hosting.

Perusahaan B2B Indonesia yang terkenal di antaranya adalah Electronic City dan Mbiz. Keduanya menawarkan berbagai kebutuhan elektronik industri dan rumah tangga. Bahkan, Mbiz juga menjual jasa perawatan gedung perkantoran.

Baca Juga: Tips Ampuh B2B Marketing untuk Mengembangkan Bisnis Anda

2. B2C (Business to Consumer)

ilustrasi model bisnis business to customer

B2C adalah model bisnis ecommerce yang paling umum, di mana perusahaan menjual kepada konsumen end user.

Berkebalikan dari B2B, model bisnis ini tidak membutuhkan usaha pemasaran yang  berat. Konsumen umumnya juga tidak membutuhkan waktu lama untuk ingin membeli dari bisnis Business to Consumer.

Namun, kebanyakan konsumen B2C hanya mengecer. Selain itu, loyalitas konsumen dalam jenis ecommerce ini biasanya rendah.

Seperti yang Anda ketahui, perusahaan yang bergerak dalam bidang Business to Consumer menawarkan produk dan layanan beragam. Mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga hiburan.

Contoh perusahaan B2C di Indonesia adalah Lazada dan Blibli.

Baca Juga: 5+ Perbedaan B2B, B2C, & C2C Marketing

3. C2C (Consumer to Consumer)

Sesama konsumen juga dapat saling jual-beli barang. Inilah yang menjadi ciri model bisnis C2C.

Para pelaku bisnis Consumer to Consumer biasanya bergantung pada situs listing iklan, marketplace, dan forum untuk memasarkan barangnya. Di Indonesia, jenis ecommerce ini sering ditemukan di OLX dan Kaskus.

Bisnis C2C digandrungi karena siklus bisnis yang pendek. Konsumen pada umumnya tahu yang mereka inginkan. Oleh karena itu, pelaku model bisnis ini tidak perlu bekerja keras untuk memasarkan dagangannya.

Sayangnya, model bisnis ecommerce ini tidak dapat diandalkan sebagai sumber penghasilan utama. Selain harga barang yang terus menurun, penjual juga mudah mengalami kesulitan dalam mengontrol kualitasnya.

Baca Juga: 7+ Perbedaan Ecommerce, Marketplace dan Online Shop

4. C2B (Consumer to Business)

ilustrasi model bisnis customer to business

Selain kepada sesama individu, konsumen juga dapat menjual ke bisnis atau perusahaan.

Berkebalikan dengan C2C yang dagangannya berupa produk, pelaku C2B biasanya menawarkan jasa kepada konsumennya. Oleh karena itu, para pekerja freelance termasuk dalam model bisnis ini.

Pelaku model bisnis Consumer to Business biasanya memasarkan jasanya menggunakan website. Namun, tidak sedikit juga yang bergantung pada situs listing layanan. Di Indonesia, contoh situs semacam ini di antaranya adalah Upwork dan Freelancer.

Meskipun pelakunya konsumen, model bisnis ecommerce ini membutuhkan usaha pemasaran yang tinggi. Ini diperlukan karena ada banyak kompetitor dan konsumen perusahaan memilih penyedia jasa dengan sangat berhati-hati.

Baca Juga: 10+ Situs Freelance Terbaik dan Terpercaya untuk Cari Uang

7 Metode Operasi dalam Bisnis Ecommerce

Meskipun model bisnis ecommerce dibagi menjadi empat jenis, metode operasinya bisa berbeda. Ini meliputi cara Anda mendapatkan dagangan, pengelolaannya, dan pengiriman kepada pelanggan.

Nah, di bawah ini adalah tujuh metode operasi yang dapat digunakan dalam ecommerce. 

1. Shipping

Ini adalah cara yang paling umum dalam perdagangan online. Anda memproduksi barang sendiri atau kulakan dari bisnis lain, lalu menjualnya melalui website marketplace. Di sinilah pentingnya pemasaran secara online dan mengharuskan Anda untuk online dengan layanan terjangkau unlimited.

Untuk menyerahkan pesanan konsumen, Anda tinggal mengemas dan memberikannya kepada jasa pengiriman yang ditentukan.

Cara ini memungkinkan Anda untuk memastikan kualitas barang dan pengepakan. Namun, Anda harus memiliki gudang atau tempat untuk menyimpan dagangan. Oleh karena itu, Anda perlu menyiapkan modal lebih jika ingin menggunakan metode ini.

Baca Juga: 7+ Plugin Ongkos Kirim Terbaik untuk Toko Online

2. Dropshipping

Metode ini adalah kebalikan dari shipping. Anda tetap memasarkan dan menjual produk secara mandiri. Namun, barang yang Anda dagangkan diproduksi dan disimpan oleh pihak lain.

Tidak hanya itu, produsen barang juga bertanggung jawab untuk mengemas dan mengirimkan setiap pesanan yang masuk.

Yang lebih menarik lagi, Anda mendapatkan 100% keuntungan dari penjualan. Hanya saja, metode ini mengharuskan Anda untuk mendaftarkan diri ke platform atau program dropshipping. Contohnya adalah Oberlo dan Dropshipaja.

Untuk dapat mendaftar ke platform dropshipping, Anda perlu membayar sejumlah biaya yang diberikan setiap jangka waktu tertentu. Kurang lebih seperti berlangganan sebuah jasa.

Setiap platform mengatur jumlah barang yang dapat Anda jual. Jumlah ini juga dapat dipengaruhi oleh tingkat keanggotaan yang Anda miliki.

Walaupun dropship adalah bisnis yang tidak membutuhkan modal yang besar, Anda tidak dapat melakukan pengecekan kualitas dagangan. Jadi,  Anda perlu memastikan bahwa program dropshipping yang ingin Anda ikuti terpercaya.

Baca Juga: 7 Ide Bisnis Dropship Paling Menguntungkan

3. Wholesale

Wholesale adalah metode berjualan secara grosir. Dengan kata lain, dagangan hanya ditawarkan dalam jumlah besar, tapi dengan harga satuan yang lebih rendah.

Usaha yang melakukan cara ini umumnya menggunakan model bisnis ecommerce B2B. Namun, tidak sedikit juga bisnis ecommerce grosir yang menjual kebutuhan sehari-hari konsumen awam.

Metode wholesale memiliki keunggulan dan kekurangan yang mirip dengan shipping. Hanya saja, Anda memerlukan gudang atau penyimpanan yang lebih besar untuk menyimpan dagangan dalam jumlah yang lebih besar.

4. D2C (Direct to Consumer)

Apakah Anda pernah membeli produk dari toko atau website milik suatu bisnis? Jika ya, berarti Anda pernah bertransaksi dengan usaha yang menggunakan metode Direct to Consumer.

Dalam arti lain, D2C adalah metode di mana perusahaan memproduksi dan mendistribusikan dagangannya sendiri. Di ranah ecommerce, metode ini dilakukan dengan membuat website toko online.

Tentunya, kondisi tersebut memberikan tantangan tersendiri bagi perusahaan yang menggunakan metode D2C. Terutama jika Anda memulai bisnis baru.

Karena produk Anda tidak dipajang di marketplace maupun toko ritel, Anda perlu menginvestasikan waktu dan biaya lebih untuk memasarkannya.

Salah satunya adalah menggunakan strategi optimasi mesin pencarian (SEO) agar halaman produk dan website muncul di pencarian Google untuk kata kunci yang ditentukan.

Kabar baiknya, metode Direct to Consumer menawarkan banyak keuntungan. Di bawah ini adalah beberapa di antaranya:

  • Bisa mendapatkan pemasukan secara utuh — Pendapatan Anda dapat dimaksimalkan tanpa perlu membayar marketplace atau ritel.
  • Dapat mengenali tren konsumen dengan tool analytics — Anda dapat menggunakan data tentang aktivitas pelanggan di toko online Anda untuk bahan evaluasi.
  • Memungkinkan Anda untuk menjual produk custom — Anda dapat membantu konsumen untuk mendapatkan yang mereka inginkan dengan produk yang dapat dikustomisasi.
  • Memudahkan testing produk — Metode D2C membantu Anda untuk menentukan produk-produk yang paling sesuai untuk konsumen.

5. Private Labeling

Memulai sebuah bisnis bukan berarti Anda harus bisa memproduksi barang sendiri. Bisa jadi, Anda sudah memiliki contoh produk, tapi tidak memiliki dana untuk membuatnya dalam jumlah besar.

Nah, Anda dapat membuat kontrak dengan perusahaan manufaktur untuk memproduksinya. Meski demikian, produk ini tetap dijual dan didistribusikan oleh bisnis Anda. Inilah yang disebut private labeling.

Selain dropshipping, ini adalah metode bisnis lain yang cocok apabila Anda belum memiliki modal besar untuk produksi mandiri.

6. White Labeling

White labeling mirip dengan private labeling. Namun, Anda tidak meminta sebuah produsen untuk memproduksi barang yang Anda desain.

Melainkan, Anda bekerjasama dengan perusahaan yang menawarkan white labeling untuk satu atau lebih produknya. Kemudian, Anda mendesain sendiri kemasan dan brandnya sebelum didistribusikan.

Cara ini juga dapat Anda gunakan untuk memulai berbisnis dengan modal yang tidak begitu besar. Namun, Anda harus pintar memilih jenis produk dan perusahaan yang menawarkannya.

Ada dua kriteria yang perlu Anda perhatikan sebelum memutuskan untuk menjalankan metode ini:

  1. Pikirkan jenis produk yang memang diminati banyak konsumen. Jika tidak, Anda sendiri yang rugi.
  2. Setiap perusahaan menawarkan biaya white labeling yang berbeda. Oleh karena itu, Anda perlu menimbang-nimbang pilihan terlebih dahulu.

7. Subscription atau Langganan

Seperti yang dapat Anda tebak, subscription adalah metode di mana sebuah bisnis menjual layanan berlangganan produk. Konsumennya akan mendapatkan satu atau lebih jenis produk dalam interval tertentu. Misalnya satu bulan sekali.

Karena menyerupai layanan berlangganan, bisnis yang menggunakan metode ini biasanya dapat memiliki penghasilan yang lebih konstan.

Walau demikian, metode subscription hanya sesuai untuk beberapa industri. Pada umumnya, produk kesehatan, kecantikan, dan makanan adalah jenis komoditas yang laku jika dijual dengan cara ini.

Baca Juga: 8+ Cara Bisnis Online Dari Nol untuk Pemula (Terlengkap)

Siap Menentukan Model Bisnis Ecommerce Anda?

Seperti yang telah Anda pelajari di artikel ini, model bisnis ecommerce dibedakan menjadi empat:

  • B2B (Business to Business)
  • B2C (Business to Consumer)
  • C2C (Consumer to Consumer)
  • C2B (Consumer to Business)

Kami harap artikel ini dapat membantu Anda menentukan model bisnis yang tepat untuk bisnis online Anda. Jika ada pertanyaan, jangan sungkan untuk meninggalkan komentar pada kolom yang tersedia di bawah.

ebook kiat bisnis online
Aldwin Nayoan Aldwin is a content writer at Niagahoster. Specializing in web hosting and WordPress, he is eager to help people uplevel their business on the internet. Apart from being a tech junkie, Aldwin likes fiction and photography.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *