Ilham Mubarok Ilham loves to write, trying to help people to understand about website, web hosting, and online marketing in the most convenient way.

A/B Testing: Cara Jitu Tingkatkan Conversion Rate Website

7 min read

Website Layout Terbaik

Ketika membuat website, versi desain terbaik bisa mempengaruhi conversion rate. Itulah kenapa langkah A/B testing kerap direkomendasikan sebagai bagian prosesnya.

AB testing adalah upaya menentukan desain website yang paling efektif demi kenyamanan pengunjung. Kelebihan dari A/B testing adalah memudahkan memilih desain website berdasarkan data penggunaan yang obyektif.

Nah, kalau Anda masih bingung tentang pengertian AB testing, artikel ini akan membahas mengenai apa itu A/B testing, tujuan, dan cara melakukannya.

Simak lebih lanjut selengkapnya!

Apa Itu A/B Testing?

AB testing adalah uji coba terhadap dua pilihan desain website secara bersamaan, untuk melihat manakah di antara keduanya yang memberikan hasil terbaik. 

Umumnya, hasil terbaik dalam AB test terkait dengan upaya meningkatkan conversion rate. Jadi, halaman mana yang menghasilkan konversi lebih tinggi.

Untuk memudahkan Anda, simak contoh A/B testing berikut. Website Barack Obama untuk kampanye presiden pada 2008 di Amerika Serikat menggunakan dua versi halaman.

Versi A

ab testing obama 1
Sumber: Optimizely

Versi B

ab testing obama 2
Sumber: Optimizely

Tujuan dua halaman di atas adalah mendapatkan leads email. Menurut Anda variasi mana yang akan menghasilkan conversion rate lebih tinggi?

Dan Siroker dari Optimizely adalah orang di balik A/B testing website Obama di atas. Hasil eksperimen A/B test tersebut, versi kedua menjaring lebih banyak pendaftar.

Signup rate di halaman utama versi A hanya mencapai 8,26 persen, sedangkan signup rate versi B berhasil mencapai 11,6 persen. 

Artinya, setelah mencoba versi kedua, terjadi peningkatan jumlah pendaftar di halaman tersebut hingga 40 persen.Nah, AB testing adalah langkah jitu untuk sampai pada kesimpulan data tersebut.

Faktor utama keberhasilan versi B website Obama terletak pada penggunaan foto keluarga. Foto keluarga Obama pada versi B membangun citra yang baik untuk Obama. Selain itu penggunaan CTA Learn More di website Obama lebih efektif dibanding CTA Sign Up.

Halaman utama website Obama di atas hanya salah satu contoh dari A/B testing. Perlu diingat juga bahwa A/B test tidak terbatas pada halaman website saja. Anda bisa memanfaatkan A/B testing untuk menguji banyak hal seperti email marketing, pop up, dan form subscribe.

Singkatnya, elemen yang perlu diuji ketika melakukan A/B test adalah:

  • Headline/Judul – bertujuan menarik perhatian audiens dengan cepat menggunakan informasi yang relevan.
  • Call to Action (CTA) – bertujuan mengarahkan audiens ke tindakan tertentu yang ingin dicapai dari halaman website tersebut
  • Copy – penjelasan utama di dalam halaman website atau aplikasi yang memuat informasi utama yang ingin disampaikan
  • Panjang halaman – memastikan informasi dapat disampaikan dengan singkat dan jelas sesuai kebutuhan audiens
  • Aset foto, video – bertujuan memberikan ilustrasi paling dibutukan audiens tanpa membuat distraksi yang berlebihan
  • Layout – bertujuan menampilkan informasi yang paling penting pada susunan yang mudah dibaca audiens

Tujuan A/B Testing?

ab testing conversionxl
Sumber: ConversionXL

1. Meningkatkan Conversion Rate

Trafik berlimpah dengan conversion rate rendah mungkin saja terjadi. Biasanya, karena fokusnya hanya pada mendatangkan pengunjung website tanpa mempertimbangkan apa yang ingin didapatkan.

Padahal, meningkatkan conversion rate tidak kalah penting dibanding mendapat trafik.

 Conversion rate adalah jumlah pengunjung website yang melakukan tindakan yang menguntungkan pemilik website. Tindakan ini bisa berupa subscribe newsletter, subscribe blog, mengisi form tertentu, hingga melakukan pembelian.

Trafik yang tinggi dengan conversion rate rendah sama halnya dengan ember bocor. Anda mendatangkan banyak pengunjung, tapi mereka tidak melakukan apa-apa yang bisa menguntungkan Anda.

Nah, AB testing adalah langkah jitu untuk memastikan apakah strategi Anda sudah mampu menambah tingkat konversi di website.

2. Memberikan Dampak Besar bagi Website

Pada contoh website kampanye Obama, penggunaan gambar keluarga menghasilkan conversion rate yang lebih tinggi. Begitupun dengan call to action (CTA) yang digunakan. 

A/B test adalah teknik yang tepat untuk menemukan formulanya lebih awal secara terstruktur.

Nah, efek dari perbedaan-perbedaan kecil di atas tidak mungkin ditemukan tanpa melakukan eksperimen A/B testing terlebih dahulu. 

Meskipun sekadar mengganti copy, gambar, CTA, warna, background, dan elemen-elemen, ternyata bisa mengantarkan Anda ke conversion rate lebih tinggi.

3. Membuat Keputusan yang Data Driven

Masih dengan contoh website Obama. Staf kampanye Obama hampir menambahkan video di homepage. Menurut mereka, video kampanye itu bagus. Padahal, menambahkan video di homepage bukan langkah yang seharusnya dilakukan.

Eksperimen A/B testing menunjukkan landing page yang menggunakan video menghasilkan conversion rate yang buruk.

Bayangkan apa yang terjadi jika tim kampanye Obama tidak melakukan eksperimen A/B testing? Mereka akan mendapatkan signup rate yang sangat rendah.

Itulah mengapa A/B testing memegang peranan penting terhadap keberhasilan website Anda. Dengan A/B testing, Anda bisa mengambil keputusan berdasarkan data dari lapangan, bukan hanya opini subjektif. 

Bisa dikatakan A/B test adalah salah satu kunci sukses kampanye Obama tersebut.

4. Memudahkan Pengunjung

A/B testing tidak hanya menguntungkan Anda, tetapi juga pengunjung website. Kenapa demikian?

Melalui eksperimen A/B testing, Anda akan menemukan versi website yang paling nyaman, mudah dipahami, dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan pengunjung. Dengan begitu, user experience akan meningkat.

Cara Menjalankan AB Testing untuk Tingkatkan Conversion Rate

Bagaimana cara menjalankan A/B testing dengan baik? Inilah langkahnya:.

1. Prioritaskan Halaman Potensial

Website Anda terdiri dari banyak halaman, mulai halaman utama (homepage), landing page produk, halaman promosi, sampai halaman tentang perusahaan.

Nah, halaman mana yang harus Anda uji terlebih dahulu? 

Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan halaman website mana yang perlu diprioritaskan. Utamanya, potensi revenue, trafik, dan perbaikan halaman.

  • Revenue. Anda bisa memprioritaskan halaman website yang berpotensi menyumbang revenue lebih tinggi seperti halaman produk dan checkout.
  • Trafik. Utamakan halaman website dengan trafik lebih tinggi untuk diuji. Dengan begitu,  leads atau potensi conversion yang didapat juga lebih besar.
  • Perbaikan. Lakukan A/B testing untuk mengecek dan menguji perbaikan apa yang bisa Anda terapkan. Misal, di halaman checkout ada banyak pengunjung yang mengabaikan belanjaannya perlu segera diperbaiki. 

Lantas bagaimana menentukan halaman prioritas berdasarkan faktor-faktor di atas?
Anda bisa memanfaatkan Google Analytics. Dengan Google Analytics, Anda bisa mendapatkan data mengenai performa setiap halaman website Anda. Mulai jumlah kunjungan, bounce rate, conversion, hingga revenue per halaman website.

2. Tentukan Tujuan Utama

Ada banyak metrik yang digunakan dalam A/B testing untuk mengukur keberhasilannya. Mulai dari conversion rate, click through rate, meningkatkan open rate email, perolehan leads, hingga sales atau penjualan.  

Sebelum Anda melakukan perubahan, penting untuk mengetahui tujuan yang ingin Anda capai. Dengan begitu Anda tidak akan kehilangan arah ketika melakukan uji coba A/B.

Sebaiknya, pilih satu tujuan utama saja dalam sebuah A/B testing. Nah, agar mudah untuk mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai, Anda bisa membuat hipotesis terlebih dahulu.

3. Buat Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara yang akan dibuktikan kebenarannya. Hipotesis bisa dibuat ketika ada masalah yang muncul. Dalam kasus ini, Anda akan membuktikan kebenaran hipotesis Anda menggunakan A/B testing.

Salah satu contoh hipotesis adalah sebagai berikut:

Masalah: Hanya 1 persen pengunjung yang subscribe newsletter

Hipotesis: CTA yang digunakan untuk tombol subscribe kurang menarik bagi pengunjung.

Harus diingat, hipotesis adalah dugaan sementara, bukan hasil akhir. Hasil akhir adalah ketika Anda sudah mengganti suatu elemen dan melakukan A/B testing. 

Hipotesis Anda bisa saja benar, bisa saja salah. Kebenaran hipotesis baru terungkap ketika A/B testing sudah selesai.

4. Pilih Variabel Uji Coba

Ada banyak pilihan optimasi sebuah halaman website yang bisa diuji. AB testing bisa dilakukan pada pemilihan kata (wording), warna, CTA, gambar, hingga video. 

Akan tetapi, pilihlah salah satu variabel yang memiliki dampak paling besar. Kalau Anda ingin menguji lebih dari satu variabel, lakukanlah di waktu yang berbeda.

Misalnya, pada A/B testing pertama Anda mengubah teks copy. Setelah uji coba A/B teks copy selesai, Anda baru melakukan pengujian untuk variabel lain, warna, gambar, atau elemen lainnya.

Intinya, selalu ingat bahwa perubahan sekecil apa pun lewat A/B test bisa memberikan dampak besar terhadap kesuksesan halaman website Anda.

5. Buat Versi Tandingan

Setelah membuat hipotesis, kini Anda perlu membuat solusinya, yaitu dengan membuat variasi halaman website. Misal, Anda membuat hipotesis masalah halaman website Anda terletak pada teks copy.

Berdasarkan hipotesis di atas, yang perlu Anda lakukan adalah membuat versi tandingan dari halaman website original, yaitu dengan mengganti teks copy. Teks copy adalah satu variabel yang akan Anda uji pada A/B testing ini.

Dengan mengganti satu variabel di halaman website, Anda otomatis telah membuat variasi halaman atau versi tandingan. 

Versi tandingan berfungsi untuk membuktikan apakah perubahan sebuah variabel bisa memberikan dampak signifikan dibanding versi aslinya.

6. Jalankan Uji Coba Satu Per Satu

Melakukan lebih dari satu A/B testing untuk satu campaign di waktu yang sama bisa menyulitkan Anda. 

Katakanlah, Anda sedang melakukan A/B testing email marketing menuju ke landing page X. Pada waktu yang sama, Anda juga sedang melakukan A/B testing bounce rate  di landing page X.

Dua A/B testing di atas akan menyulitkan Anda untuk mendapatkan data yang tepat. 

Ketika ada lonjakan trafik, Anda akan kebingungan apakah penyebabnya A/B testing dari email marketing atau perubahan pada landing page X untuk menurunkan bounce rate.

Jadi, pastikan untuk menjalankan satu uji coba A/B satu per satu ya!

7. Gunakan A/B Testing Tool

Ada banyak langkah dalam rangkaian AB test. Sebagai contoh, menentukan jumlah sampel, menampilkan dua versi website kepada sampel berbeda, mengukur keberhasilan A/B testing. 

Hal di atas bisa memberatkan Anda. Namun, Anda tidak perlu khawatir karena Anda bisa memanfaatkan A/B testing tool.

Dengan A/B testing tool, Anda bisa menjalankan A/B testing dengan mudah dan praktis. Jika Anda menggunakan WordPress, ada beberapa plugin A/B testing yang bisa Anda gunakan: 

  • VWO
  • Google Optimize by MonsterInsights
  • OptinMonster
  • Nelio A/B Testing
  • Split Test for Elementor
  • Convert

Hampir semua tool di atas adalah tool berbayar dengan harga mulai 24 USD/ bulan hingga 99 USD/bulan. Maka, sebelum menggunakan A/B testing tool  tersebut, manfaatkan free trial antara 15 hingga 30 hari. 

Kalau ingin free trial selamanya, Freshmarketer bisa jadi pilihan dengan fitur yang terbatas. Jika website Anda masih sedikit pengunjungnya, layak untuk dicoba. 

8. Uji Dua Variasi Secara Serentak

Waktu pengujian menjadi salah satu faktor penting dalam A/B testing. 

Ketika menjalankan A/B testing, pastikan Anda menguji dua variasi secara bersamaan. Ini penting untuk mengurangi kemungkinan perbedaan waktu yang mempengaruhi hasil uji coba.

Sebagai contoh, Anda menguji variasi A pada Januari, sedangkan variasi B baru di pada Februari. 

Pengunjung website pada Januari dan Februari tentu berbeda. Anda jadi tidak bisa mengetahui apakah A/B testing berhasil karena Anda mengubah salah satu variabel atau karena perbedaan waktu.

Pengecualian bisa dilakukan jika Anda memang ingin menguji perbedaan waktu itu sendiri pada A/B testing. 

Biasanya ini terjadi di pengujian A/B email marketing. Untuk menemukan waktu paling tepat mengirimkan email, marketer bisa mengirim email di waktu berbeda.

9. Jalankan A/B Testing Secukupnya

Berapa lama Anda harus menjalankan sebuah A/B testing? Tidak ada jawaban pasti karena tergantung proses dan tujuan yang ingin dicapai.

Eksekusi uji coba A/B bisa memakan waktu seminggu, tiga hari, atau bahkan dalam hitungan jam. Salah satu faktor utama yang menentukan durasi A/B testing adalah jumlah kunjungan website Anda.

Semakin besar jumlah pengunjung website, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan uji coba A/B. Sebaliknya jika website Anda punya pengunjung yang sedikit, A/B testing bisa berjalan lebih sebentar.

10. Dapatkan Feedback dari Pengguna

Benarkah A/B testing hanya tentang data kuantitatif saja? Dalam menjalankan uji coba A/B, Anda juga membutuhkan data kualitatif, yaitu feedback dari pengguna atau pengunjung website.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan feedback dari pengguna. Anda bisa menggunakan polling, survei, atau wawancara pengguna. Untuk polling atau survey, Anda bisa menempatkannya di website sebagai popup.

Dengan polling atau survei, Anda bisa mendapatkan informasi mengenai perilaku pengguna. Anda bisa mencatat mengapa mereka mengunjungi website, apa yang memotivasi untuk melakukan konversi, dan kritik dan saran untuk website Anda.

Jika ingin mendapatkan informasi lebih banyak, Anda bisa melaksanakan wawancara kepada pengguna yang dipilih secara acak.

Pun begitu, cara ini kurang efektif karena mengharuskan tatap muka, baik secara langsung ataupun via video call.

11. Fokus pada Tujuan Utama

Selain menentukan tujuan, Anda juga harus konsisten pada tujuan utama yang ingin dilakukan dari A/B test.

Sebagai contoh, Anda melakukan A/B testing pada email marketing dengan mengirimkan dua versi email untuk mendapatkan leads sebagai tujuan utama. 

Hasil A/B testing menunjukkan versi A mendapatkan CTR lebih tinggi, tapi leads lebih sedikit. Pada versi B, CTR lebih rendah, tapi perolehan leads lebih tinggi.

Lalu, versi mana yang lebih baik? Nah, karena tujuan utama Anda di awal adalah perolehan leads, versi B tentu lebih baik. A/B test adalah cara Anda menemukan jawaban tersebut.

12. Lakukan Perubahan Berdasarkan Hasil  

Setelah mendapat hasil setelah A/B testing dari hipotesis, saatnya melakukan perubahannya.

Jika hasil sesuai dengan hipotesis, artinya dugaan Anda tepat. Namun, kini Anda sudah yakin karena hasil A/B testing sesuai data. Dengan begitu Anda bisa melakukan perubahan.

Bagaimana jika hasil A/B testing tidak sesuai dengan hipotesis? Anda bisa mendapatkan informasi sebelum melakukan perubahan secara penuh. Dengan begitu Anda bisa mencari sumber masalah lain di halaman website yang Anda uji.

Kesimpulan

A/B testing adalah upaya yang perlu dilakukan sebelum melakukan perubahan apapun pada website. Bahkan, menjadi keharusan kalau Anda ingin meningkatkan kualitas konversi.

Untuk meningkatkan conversion, Anda perlu membuat halaman website yang indah, nyaman, mudah dipahami oleh pengunjung. Meskipun perlu trial and error ketika melakukannya, hasilnya tentu cukup baik.

Dengan A/B testing, Anda bisa membuat keputusan berdasarkan data yang valid dari trial and error yang Anda lakukan. 

Nah,, artikel ini sudah menjelaskan tentang A/B testing. Semoga bisa membantu Anda membuat halaman website dengan conversion rate yang tinggi.

Tinggalkan komentar di bawah jika Anda ada pertanyaan atau masukan mengenai A/B testing. Jangan lupa untuk subscribe blog Niagahoster untuk selalu mendapatkan update terbaru tentang website, bisnis online, dan marketing!

Ilham Mubarok Ilham loves to write, trying to help people to understand about website, web hosting, and online marketing in the most convenient way.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *